Seharusnya Kita Berterimakasih Pada MEREKA
Jika kita mencoba melihat sejarah perjuangan, mahasiswa dan pemuda
adalah pahlawan yang sangat berkontribusi besar atas tercapainya
cita-cita masyarakat adil dan makmur, mahasiswa rela meninggalkan
keluarga dan kemapanannya untuk memperjuangkan dan melawan ketidak
adilan pada bangsa ini, tak pernah merasakan takut walaupun ancaman
kematian dan penjara ada dihadapannya.
kita bisa ambil contoh salah satu perjuangan mahasiswa ketika memperingati Tritura, saat itu sejak awal 1978,
200 aktivis mahasiswa ditahan tanpa sebab. Bukan hanya dikurung,
sebagian mereka diintimidasi lewat interogasi. Banyak yang dipaksa
mengaku pemberontak negara.
Tentara pun tidak sungkan lagi masuk kampus.
di ITB kedatangan pria loreng bersenjata. Rumah rektornya secara misterius ditembaki orang tak dikenal.
Di UI, panser juga masuk kampus. Wajah mereka garang, lembaga pendidikan sudah menjadi medan perang. Kemudian hari, dua rektor kampus besar itu secara semena-mena dicopot dari jabatannya. Alasannya, terlalu melindungi anak didiknya yang keras kepala.
Di ITS, delapan fungsionaris DM masuk "daftar dicari" Detasemen Polisi Militer. Sepulang aksi dari Jakarta, di depan kos mereka sudah ditunggui sekompi tentara. Rektor ITS waktu itu, Prof Mahmud Zaki, ditekan langsung oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk segera membubarkan aksi dan men-drop out para pelakunya. Sikap rektor seragam, sebisa mungkin ia melindungi anak-anaknya.
Beberapa berhasil tertangkap, sisanya bergerilya dari satu rumah ke rumah lain. Dalam proses tersebut, mahasiswa tetap "bergerak". Selama masih ada wajah yang aman dari daftar, mereka tetap konsolidasi, sembunyi-sembunyi. Pergolakan kampus masih panas, walau Para Rektor berusaha menutupi, intelejen masih bisa membaca jelas.
yang anehnya saat ini, kita masih dengan sangat percaya diri menghujat mahasiswa dan pemuda yang melakukan perlawanan terhadap ketidak adilan itu padahal dengan tidak sadar atau sadari kita telah menikmati hasil hasil perjuangan mereka.
di ITB kedatangan pria loreng bersenjata. Rumah rektornya secara misterius ditembaki orang tak dikenal.
Di UI, panser juga masuk kampus. Wajah mereka garang, lembaga pendidikan sudah menjadi medan perang. Kemudian hari, dua rektor kampus besar itu secara semena-mena dicopot dari jabatannya. Alasannya, terlalu melindungi anak didiknya yang keras kepala.
Di ITS, delapan fungsionaris DM masuk "daftar dicari" Detasemen Polisi Militer. Sepulang aksi dari Jakarta, di depan kos mereka sudah ditunggui sekompi tentara. Rektor ITS waktu itu, Prof Mahmud Zaki, ditekan langsung oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk segera membubarkan aksi dan men-drop out para pelakunya. Sikap rektor seragam, sebisa mungkin ia melindungi anak-anaknya.
Beberapa berhasil tertangkap, sisanya bergerilya dari satu rumah ke rumah lain. Dalam proses tersebut, mahasiswa tetap "bergerak". Selama masih ada wajah yang aman dari daftar, mereka tetap konsolidasi, sembunyi-sembunyi. Pergolakan kampus masih panas, walau Para Rektor berusaha menutupi, intelejen masih bisa membaca jelas.
yang anehnya saat ini, kita masih dengan sangat percaya diri menghujat mahasiswa dan pemuda yang melakukan perlawanan terhadap ketidak adilan itu padahal dengan tidak sadar atau sadari kita telah menikmati hasil hasil perjuangan mereka.
Tinjaun Pustaka : wikipedia
Terima kasih banyak saya ucapkan untuk mahasiswa dan para aktivis yang telah mengkorbankan segala daya dan pikirannya untuk bangsa ini
ReplyDeleteThanks teruslah mengshare ilmunya kanda
ReplyDeletesip
DeleteSangat pantas rasanya berterimakasih kepada pemuda pejuang bangsa seperti ini
ReplyDeleteitu memang yang harus kita lakukan.
Delete